
Jakarta, chronosdaily.com – Direktur Wahid Foundation Yenny Wahid mengecam dugaan pelarangan perayaan Natal bagi umat kristiani yang belakangan mencuat di Kabupaten Dharmasraya. “Melaksanakan ibadah itu sudah dijamin oleh Undang-Undang. Lalu kemudian ada yang melarang, sudah jelas itu melarang Undang-Undang,” kata Yenny saat ditemui di Ballroom Ritz-Carlton, Jakarta Selatan, Ahad, 22 Desember 2019. Demikian yang dikutip dariĀ laman Tempo.co.
Maradu Lubis, ketua Stasi Jorong Kampung Baru, kepada BBC News Indonesia mengeluhkan perlakuan pejabat setempat, “Walaupun hati kami menangis, kami akan patuh. Cuma sampai kapan pemerintah akan memperlakukan kami seperti itu? Tawaran pemerintah seperti transportasi sudah kami sosialisasikan, kata umat tidak usahlah kita mengadakan ibadah, mungkin ini ujian untuk kita,”
Mengutip laman BBC News Indonesia, menjelaskan bahwa “pada awal Desember 2019 Maradu Lubis mengajukan izin agar dapat melakukan ibadah dan perayaan Natal di rumah singgah Katolik, di Kampung Baru. Namun Wali Nagari tidak memberikan izin dan melaporkan surat penolakan warga pada dua tahun sebelumnya yang dianggap belum dicabut. Pada 22 Desember 2017 Wali Nagari Sikabau mengirimkan surat pemberitahuan kepada Maradu Lubis yang isinya tidak mengizinkan kegiatan perayaan Natal 2017 dan tidak mengizinkan perayaan tahun baru 2018 di Jorong Kampung Baru maupun di wilayah Nagari Sikabau. Selain itu juga dilampirkan surat pernyatan bersama tokoh adat dan tokoh masyarakat Nagari Sikabau. Surat tersebut melarang umat Kristiani melaksanakan perayaan agamanya secara terbuka, sekaligus melarang melaksanakan kebaktian secara terbuka di rumah dan di tempat lain di Kenagarian Sikabau.”

Sementara laman Tempo.co memaparkan penjelasan Yenni Wahid, Yenny mengecam aturan pemerintah daerah setempat yang melarang umat kristiani untuk melaksanakan ibadah dan perayaan natal di tempat umum. Bahkan perayaan natal di rumah masing-masing, juga dibatasi dengan tak memperbolehkan mengundang orang lain. Padahal, kata Yenny, menjalankan ibadah di rumah sembari mengundang kerabat atau tetangga adalah hal lumrah yang terjadi di Indonesia. Bagi umat muslim, melaksanakan pengajian saja bisa dilakukan di rumah dan mengajak banyak orang lain. “Ini kan standar perlakuan yang berbeda. Dan ini jelas bertentangan dengan konstitusi kita, yang menjamin kesetaraan,” kata Yenny.
Dr. Joshua B. Tewuh, dari Christian Watch melalui Chronosdaily.com menyampaikan, selain menyatakan keprihatinan, juga menyesali pelarangan itu disetujui pula oleh Pemerintah setempat dan aparat Kepolisian, dengan dalih ada kesepakatan untuk tidak melaksanakan Ibadah Natal bagi Umat Kristen di wilayah itu. “Penggunaan kata ākesepakatanā sebagai bentuk pelecehan terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara, termasuk didalamnya kebebasan beragama dan menjalankan ibadah,” tegasnya.

Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud Md mengatakan larangan perayaan Natal di Dharmasraya dan Sijunjung, Sumatera Barat (Sumbar), sedang diselesaikan. Mahfud menyebut setiap warga negara berhak menjalankan keyakinan masing-masing. “Itu sedang diselesaikan secara baik-baik. Pada dasarnya di dalam hukum itu setiap orang, bukan setiap kelompok, bukan setiap suku, tetapi setiap orang dikatakan mempunyai kebebasan untuk melaksanakan keyakinan atas agamanya dan kepercayaannya masing-masing,” ujar Mahfud di Ritz-Carlton Jakarta (22/12).