
Medan, chronosdaily.com – Gubernur Sumatera Utara Edy Rahmayadi diminta segera melakukan evaluasi terhadap kinerja Kepala Dinas Peternakan Provinsi Sumatera Utara, lantaran berkembangnya virus kolera babi atau hog cholera di Sumut. Hal itu ditegaskan Anggota DPRD Provinsi Sumut Gusmiyadi, di Jalan Penyabungan, Pematang Siantar, Rabu (18/112/2019).
Menurut Gusmiyadi, Kepala Dinas Peternakan Provinsi Sumut gagal menangani virus kolera babi di wilayah itu. Virus itu mewabah dan menyebabkan kematian ternak babi besar-besaran. “Kepala Dinas Peternakan harus dievaluasi. Gubernur Sumut segera mengevaluasinya. Dinas Peternakan ini bekerja tanpa target yang jelas,” tutur Gusmiyadi. Gusmiyadi yang juga anggota Komisi B DPRD Sumut itu beralasan, pentingnya evaluasi kinerja ini melihat kematian babi masih terus berlanjut dari hari ke hari.
Berdasarkan keterangan Balai Veteriner Medan, angka kematian babi saat ini sudah melampaui angka 27.070 ekor. Padahal, sehari sebelumnya angka kematian babi ada pada posisi 25.656 ekor. “Ini bukti bahwa Dinas Peternakan tidak punya konsep dan target yang jelas dalam mengantisipasi kematian akibat virus kolera babi. Hari ini kita dilanda virus kolera babi, ke depan jika ada ternak terserang virus lainnya, maka kejadian serupa akan terjadi tanpa ada solusi dari pemerintah,” jelasnya.

Menurutnya, angka kematian tersebut sangat fantastis. Dan seperti menampar wajah pemerintah tentang lemahnya pola penanggulangan kolera babi yang melanda Sumut. Sebenarnya, kata Gusmiadi, kinerja penanganan wabah virus itu bisa dilihat dari angka kematian babi yang terjadi. Apabila pemerintah melakukan langkah dan intervensi yang jelas, maka tidak akan semasssif itu kematian babi karena terjangkiti wabah virus kolera babi.
“Dampak kolera babi ini malah semakin menjadi-jadi. Dan dampaknya sudah sangat luar biasa. Peternak rugi, bangkai babi bergelimpangan di sungai-sungai dan bahkan sampai mengganggu perekonomian nelayan dan pedagang ikan,” ujar Gusmiyadi.
Dia menegaskan, persoalan ini sangat serius yang harus segera ditangani dengan efektif. Niat baik atau political will pemerintah untuk menuntaskan persoalan ini belum terlihat. Menurut dia, pola penanganannya selama ini dianggap sangat tidak substantive. Karena yang dibutuhkan masyarakat bukan sekedar himbauan dan statement-statement belaka. “Selama ini keresahan masyarakat hanya dijawab dengan himbauan. Keresahan pedagang ikan dan nelayan hanya dijawab dengan sosialisasi gerakan makan ikan yang terbebas dari babi. Tapi di sisi lain, kian hari kematian babi terus bertambah, kian hari makin banyak babi bergelimpangan di sungai-sungai dan jalan, terus solusi konkrit kabur dan nihil,” tutur Gusmiyadi.
Apa yang dilakukan Pemerintah, lanjutnya, bukanlah gerakan konkrit dalam menyelesaikan masalah. Malah, pemerintah seperti mempertontokan keputusasaan saja. Gusmiyadi berharap, seluruh jajaran dan pihak yang memiliki otoritas atas persoalan ini supaya menunjukan keseriusan menangani persoalan yang terjadi. “Harus ada konsekuensi konkrit atas kegagalan pengendalian merebaknya virus ini. Dinas Peternakan harus bertanggungjawab atas persoalan besar ini. Jika tidak mampu, harusnya Gubernur turun dan bersikap,” pungkasnya. [Jon]