Bogor, chronosdaily.com – Walikota Bogor, Bima Arya diminta tidak sibuk dengan pencitraan dengan mengunjungi sekolah-sekola dan berswafoto. Faktanya, hingga kini tawuran antar pelajar terus terjadi di Kota Hujan itu, dan menimbulkan korban.
Ketua Dewan Pimpinan Daerah Partai Solidaritas Indonesia Kota Bogor (DPD PSI Kota Bogor), Sugeng Teguh Santoso kembali melancarkan kritik terhadap ketidakberdayaan Walikota Bogor dalam mengatasi persoalan kekerasan terhadap anak dan tawuran di Kota Bogor.
Menurut Sekjen Perhimpunan Advokat Indonesia (Sekjen Peradi) ini, Walikota Bogor Bima Arya tak melakukan kerja-kerja nyata mengatasi persoalan kekerasan anak dan tawuran yang sudah menelan korban jiwa tidak sedikit. “Walikota Bogor malas mengurus problem Kota Bogor. Terbukti, tawuran yang memakan korban jiwa pelajar terjadi lagi,” tutur Sugeng Teguh Santoso, Selasa (11/02/2020). Sugeng Teguh Santoso atau yang akrab disebut dengan STS ini mengungkapkan, setelah dikritik bertubi-tubi, Walikota Bogor Bima Arya bersama Forkominda Kota Bogor yang terdiri dari Polresta Bogor dan Dandim Kota Bogor menggelar rapat untuk meresponi persoalan tawuran dan kekerasan terhadap anak dan pelajar.
“Hasilnya juga hanya proses pencitraan politik Walikota. Mereka melakukan sidak mendadak pada sekolah, pada kelompok pelajar, foto-fotoan dan selesai. Tidak dipublikasikan ke media apa rencana kerja dan rencana tindak lanjut mengatasi problema ruwet tawuran pelajar bersenjata di Kota Bogor,” jelasnya. STS menyarankan, sebaiknya Walikota Bogor melibatkan elemen masyarakat untuk bersama-sama menanggulangi persoalan itu. Dengan mencari akar masalah dan mempersiapkan langkah-langkah yang efektif. Paling tidak, menurut STS, ada beberapa faktor yang menjadi akar masalah maraknya tawuran dan kekerasan pelajar di Kota Bogor.
Pertama, ketidakjelasan masa depan. STS mengatakan, para pelajar itu tidak memiliki kepastian akan masa depannya. Terutama dalam hal ketersediaan lapangan kerja dan persiapan memasuki dunia kerja.
Karena itu pendidikan di sekolah harus diarahkan pada pendidikan kewirausahaan dan keahlian teknis. Serta pembukaan lapangan kerja yang cukup berbanding dengan angka kelulusan sekolah.
Dua, pendidikan budi pekerti dan visi hidup. Pengajaran agama ternyata membantu mengatasi sikap arogan dan kriminal.
Pendidikan budi pekerti berbasis kultural dan visi akan hidup harus mendapat porsi cukup. Berikan visi hidup berkemajuan dengan membangun karakter mental tahan uji, konsistensi dan integritas.
Perilaku politisi telah memberikan contoh buruk dengan menghalalkam cara. Cuma pencitraan produknya ini tidak menjadi teladan bagi pelajar. Jadi, kalau pelajar tawuran politisi harus mikir feedback akibat buruknya teladan politisi, termasuk Walikota.
Tiga, jiwa kompetisi dan pertarungan harus disalurkan melalui penyediaan sarana kompetisi. Seperti kompetisi beladiri, olahraga dengan tersedianya lapangan sepak bola.
“Lapangan sepak bola aja tak ada di Kota Bogor. Untuk olahraga bela diri juga tidak tersedia yang memadai. Jadi, perlu disediakan sarana yang cukup agar agresivitas tersalurkan dengan konsep fair play,” ujar Sugeng.
Empat, para pelajar membentuk kelompok atau geng untuk mencari rasa aman secara kelompok. Itu dikarenakan adanya potensi serangan dari kelompok lain. Oleh karena itu, Pemkot Bogor dan Polresta harus menghilangkan sumber yang mengancam rasa aman pelajar-pelajar tersebut.
“Caranya mulai dari yang preventif sampai dengan penegakan hukum. Bahkan, kalau perlu dengan tindakan represif, yang menggunakan standar atau protap dengan menggunakan alat atau penggunaan senjata yang tepat,” tuturnya. Patroli-pratroli keamanan rutin seperti Tim Cobra di Depok, perlu dicontoh. Pemkot Bogor harus mengalokasikan dana bantuan untuk itu.
Fasilitasi pembentukan-pembentukan kelompok-kelompok pelajar atau mahasiswa membentuk kelompok-kelompok organisasi positif salurkan pada ormas-ormas agar membina. “Jadi dana ormas tidak mubazir. Dan ormas mendapatkan peran positif,” ujarnya.
Enam, Kepolisian harus melakukan operasi penetrasi dan langkah intelijen untuk mengatasi adanya sinyalemen, adanya senior-senior mereka yang memprovokasi, menyediakan senjata bahkan mungkin narkoba sehingga anak-anak tersebut patuh. “Tangkapi dan proses hukum para provokatornya,” ujarnya. [Jon]