Anehnya, dalam beberapa bulan berikutnya ada pergantian kepemimpinan di Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat, waktu itu Kajarinya dijabat Didik Istiyanto. “Waktu itu, malah perkara saya dihentikan proses penuntutannya dan dikeluarkan SKP2. Saya merasa dirugikan oleh Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat,” ungkap Herman Djaya.
Alasan Jaksa menghentikan perkara itu adalah karena kurang bukti. Dan perkaranya bukan Pidana, malah dialihkan sebagai Perdata. “Padahal itu pidana. Dan bukti sudah jelas. Kenapa dihentikan dan kenapa dikeluarkan SKP2 padahal sebelumnya sudah P21 dan tinggal menunggu persidangan?” ujarnya lagi.
Pada 01 November 20217, Sidang Praperadilan atas kasus itu digelar. Dengan hakim Tunggal bernama Tafsir Tarigan.
Terkait perkara ini, seorang pria bernama RD Arief B Perlambang alias Buce Perlambang alias Buce Herlambang merasa terpanggil untuk menyuarakan kebenaran terkait adanya gugatan Muhammad Azis Wellang di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan No.596/PDT.G/2017/PN. Jakpus. “Saya akan menjelaskan dan menceritakan yang sebenarnya mengenai kejadian masalah pinjaman uang sebesar Rp. 500 juta kepada Bapak Herman Jaya oleh Azis Wellang, saya bertanggung jawab dunia akhirat,” ujar Buce.
Buce menerangkan, sekitar tahun 2008 dirinya diperkenalkan Azis Wellang oleh Andy Kartoyo, seorang pengacara. Dengan maksud meminta bantuan untuk mengurus peningkatan Sertifikat Hak Pakai Nomor 125/Kebon Kacang menjadi Sertifikat Hak Milik yang luasnya 485 m2 menjadi 850 m2.
Dalam pengurusan sertifikat tersebut membutuhkan biaya. Tapi Azis Wellang tidak mempunyai uang. “Kemudian Azis Wellang memerintahkan saya untuk mencari pinjaman Rp 500 juta dengan jaminan Sertifikat Hak Pakai No.125/Kebon Kacang,” ungkap Buce.
Namun, kata Buce, Azis Wellang tidak mau menghadap Notaris. Azis menyuruh Buce untuk membuat KTP, KK, Buku Nikah atas nama Azis Wellang untuk dipalsukan. “Dengan biaya Rp 500 ribu. Yang semuanya atas perintah dan persetujuan dari Azis Wellang,” beber Buce.
Buce mengatakan, sebenarnya dirinya tidak mengenal Herman Djaya. Buce hanya mengetahui Herman Djaya pada saat transaksi di hadapan Notaris. “Waktu itu, saya tandatangani, lalu saya pergi dengan alasan istri mau melahirkan. Saya tidak bertemu. Yang bertemu dengan Pak Herman Djaya adalah Datuk Dasril Nan Kuning , Ir Agus dan Marcela,” ujarnya.
Buce mengaku bertemu langsung Herman Djaya di Polda Metro Jaya ketika saling konfirmasi. Selanjutnya uang sebesar Rp 500 juta dari Herman Djaya yang diterima Datuk Dasril dan Ir Agus diserahkan kepada Buce.
Dia melanjutkan, keesokan harinya Buce menyerahkan uang tersebut kepada Azis Wellang. Dengan memberikan kuitansi penerimaan uang tersebut, dan Surat Pengakuan Utang. Penyerahan itu dilakukan di rumah Azis Wellang, di Apartemen Kemayoran, Jakarta Pusat.
Menurut Buce, waktu itu Azis Wellang juga menyuruh Sekretarisnya membuatkan Surat Perjanjian Utang, dan bukti kuitansi. “Namun dia bilang ke saya, tidak boleh dibocorkan kepada Herman Djaya,” ungkap Buce.
Perkara itu pun menjerat Buce sendiri. Di mana dia telah divonis bersalah oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, dengan hukuman selama 4 bulan penjara. Buce pun menunggu Peninjauan Kembali (PK). “Ini saya ceritakan yang sebenarnya. Saya hanya disuruh Azis Wellang. Saya juga tidak ada kepentingan apa pun. Saya hanya menceritakan hal yang sebenarnya. Dan saya juga hanya korban serta menjadi turut tergugat dalam perkara ini,” ujar Buce.