Jakarta, chronosdaily.com – Pemerintah dan Masyarakat Indonesia diingatkan bahwa pangsa pasar dan konsumen Indonesia telah dibanjiri sampah-sampah berbahaya. Jaringan Pemerhati Industri dan Perdagangan (JPIP) menyampaikan, lampu pembasmi kuman UVC antivirus atau antibakteri sangat berbahaya terhadap kesehatan konsumen. Apabila dipergunakan tidak sesuai petunjuk penggunaan. Serta aturan teknis penggunaan produk yang baik dan benar.
Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Jaringan Pemerhati Industri dan Perdagangan (DPP JPIP) Lintong Manurung menyebut, sebagian dari produk-produk UVC yang dijual di pasar dalam negeri tersebut diragukan manfaatnya. Apalagi, kata dia, lampu UVC tersebut belum teruji efektivitasnya untuk membunuh virus dan bakteri. “Karena produk-produk tersebut dijual tanpa dilengkapi dengan informasi yang jelas dan lengkap, mengenai standar produk yang dipergunakan,” ujarnya dalam pernyataannya, Sabtu (26/06/2021).
Lintong Manurung melanjutkan, laboratorium dan pengujian yang dilakukan, maupun informasi yang dibutuhkan sebagai produk alat kesehatan yang berguna, juga minim. Sejak terjadinya pandemi Covid-19 di seluruh dunia, lanjutnya, berbagai produk kesehatan berbasis cahaya lampu seperti lampu UVC, yang diklaim oleh produsen maupun penjual, sebagai peralatan lampu yang mampu dan efektif untuk membunuh Covid-19 dan bakteri. Sudah banyak dijual di pasaran dalam negeri. Produk itu juga dipasarkan dengan berbagai tipe dan merek. “Selama pandemi Covid-19 ini, pasar Indonesia telah dibanjiri oleh produk-produk lampu UVC dengan berbagai tipe dan merek Ultra Violet C. Yang diklaim oleh penjual sebagai lampu dapat membunuh virus dan bakteri,” bebernya.
Berdasarkan hasil survei yang dilakukan JPIP, katanya, ditemukan fakta bahwa sebagian besar produk yang diedarkan itu tidak mencantumkan informasi dan keterangan yang lengkap. Terutama mengenai tata cara penggunaan produk, dan peringatan akan bahaya penggunaan produk UVC.
Hal yang sama, lanjut Lintong, sudah dilakukan JPIP dalam kajian bersama Asosiasi Dunia Usaha dan Lembaga Konsumen Swadaya Masyarakat (LKSM). “Belum ada informasi mengenai lampu UVC yang beredar tersebut layak dan efektif untuk berfungsi sebagai teknologi desinfektan UV yang bisa membasmi Covid-19 dan bakteri,” jelas Lintong Manurung.
Lintong menegaskan, lampu UV antivirus atau antibakteri yang beredar di pasar tidak mencantumkan sertifikat produk dari negeri asal. Atau belum memiliki sertifikat kesesuaian (certificate of con
Lintong menjelaskan, mengingat lampu UVC anti virus atau bakteri tersebut menghasilkan sinar UVC dengan panjang gelombang antara 200 nm-280 nm yang jauh lebih kuat dibandingkan dengan sinar matahari normal, maka pemakaiannya dapat mengakibatkan reaksi-reaksi seperti terbakar mata hari pada kulit, merusak retina pada mata.
“Dan dapat merugikan kesehatan yang lebih serius apabila terpapar kepada konsumen. Maka dalam rangka perlindungan konsumen, dibutuhkan pengaturan dan tata cara yang benar dan aman dalam penggunaan produknya,” jelasnya.
Demikian juga produk-produk yang dijual dan diklaim oleh penjual sebagai lampu UVC tersebut di pasar, kata dia, harus dapat dibuktikan bahwa lampu UVC tersebut efektif dan mampu berfungsi sebagai desinfektan penyebaran Covid-19 di udara, air dan permukaan, sebagaimana dapat dijangkau oleh sinar lampu UVC tersebut.
Berdasarkan hal-hal tersebut, kata dia lagi, guna memperoleh produk UVC yang aman penggunaannya dan tersedianya produk UV yang efektif sebagai desinfektan virus C-19 di pasar seluruh Indonesia, maka harus segera dilakukan langkah dan tindakan konkret. “Kami mengusulkan agar Pemerintah melakukan langkah-langkah dan menetapkan kebijakan guna pengawasan produk lampu UVC ini. Sebelum timbulnya masalah dan kerugian yang semakin besar di kemudian hari,” imbuh Lintong.
Lintong mengemukakan agar Presiden Joko Widodo melakukan langkah-langkah dan menetapkan kebijakan yang tegas untuk perlindungan kesehatan dan keamanan konsumen.
Dan menghindari timbulnya masalah yang merugikan konsumen dan perekonomian bangsa di kemudian hari.
Pemerintah perlu segera menetapkan dan melaksanakan pengawasan yang efektif terhadap produk Lampu UVC yang beredar. Dengan kebijakan dan regulasi pengawasan barang berdasarkan kriteria maupun parameter yang tepat. Pemerintah, lanjut Lintong, kiranya segera menetapkan SNI untuk LED sesuai dengan SNI 62560.2015 yang diberlakukan secara wajib (mandatory).
Kebijaksan SNI mandatory Lampu LED itu, katanya, sebaiknya dilanjutkan dengan pengaturan administratif yang tepat. Sehingga importasi lampu LED dapat dilakukan agar industri lampu LED dalam negeri bisa bertumbuh dan berkembang dengan baik. Serta menjadi tuan rumah di negeri sendiri. “Beredarnya lampu LED yang tidak memiliki standar tersebut, akan merugikan konsumen. Karena memperoleh produk dengan kualitas rendah, dan mengakibatkan industri LED di dalam negeri tidak dapat berkembang, sebab kalah bersaing dengan produk impor,” tandas Lintong Manurung. [Jon]