Jakarta, chronosdaily.com – Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) yang baru, Johny G Plate diharapkan bekerja cepat dengan memprioritaskan penerbitan aturan tentang penghapusan berita yang tidak relevan. Hal itu untuk mewujudkan hak untuk dilupakan atau right to be forgotten. Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) Petrus Selestinus mengatakan, hak untuk dilupakan, adalah salah satu hak untuk menyelesaikan pemberitaan yang tidak relevan.
Untuk itu, Menkominfo Johny G Plate diharapkan memprioritaskan terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) untuk penghapusan berita yang tidak relevan. Petrus Selestinus menerangkan, pada era Kabinet Kerja Presiden Jokowi, yang kemarin, Kementerian Kominfo periode masih meninggalkan hutang berupa pembuatan Peraturan Pemerintah yang mengatur tentang Hak Untuk Dilupakan atau Right To Be Forgotten.
Hak itu merupakan hak yang sudah ditetapkan pada ketentuan pasal 26 ayat 3, ayat 4 dan ayat 5 UU No. 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas UU No. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaski Elektronik. Bunyi pasalnya, ayat 3, Setiap Penyelenggara Sistem Elektronik wajib menghapus Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang tidak relevan yang berada di bawah kendalinya atas permintaan Orang yang bersangkutan berdasarkan penetapan pengadilan. Ayat 4, Setiap Penyelenggara Sistem Elektronik wajib menyediakan mekanisme penghapusan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang sudah tidak relevan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Sedangkan pada ketentuan ayat 5 dikatakan, ketentuan mengenai tata cara penghapusan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat 3 dan ayat 4 diatur dalam peraturan pemerintah.
Petrus mengatakan, jika dilihat dari usia UU No. 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan UU No. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, yang disahkan dan diundangkan oleh Presiden Jokowi pada tanggal 25 November 2016, maka saat ini sudah 3 tahun berjalan. Menurutnya, ketentuan-ketentuan itu seharusnya sudah ada dan dibuat pada Kabinet Kerja ketika Kementerian Komunikasi dan Informatika dijabat oleh Menteri Kominfo Rudiantara.

“Kami melihat, Menkominfo yang terdahulu telah lalai atau gagal memenuhi kewajiban membuat Peraturan Pemerintah yang mengatur lebih lanjut tentang Hak Untuk Dilupakan atau Right To Be Forgotten,” ujar Petrus Selestinus. Hal itu juga diatur di dalam ketentuan pasal 26 UU No. 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas UU No. 8 Tahun 2006 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Petrus menegaskan, regulasi berupa Peraturan Pemerintah (PP) atas Undang-Undang itu, sangat mendesak untuk direalisasikan. “Karena sudah banyak anggota masyarakat yang menjadi korban berita fitnah atau hoax melalui Informasi Elektronik atau Dokumen Elekteonik. Juga tidak sedikit korban kejahatan cyber. Semuanya itu, kini sedang antri menunggu lahirnya PP, sebagai Peraturan Pelaksana dari ketentuan pasal 26 ayat 3, ayat 4 dan ayat 5 UU ITE,” jelasnya.
Antrian korban dari berita fitnah itu, lanjutnya, membutuhkan hak untuk dilupakan. Namun, belum bisa mendapatkan pelayanan keadilan, hanya karena Pemerintah belum mengeluarkan PP untuk untuk memberikan perlindungan maksimal. “Jadi, hak seseorang untuk dilupakan atau right to be forgotten, melalui penghapusan berita tidak relevan atau yang tidak mengandung kebenaran, mesti segera,” ujar Petrus.
Petrus mengatakan, di era Kementerian Komunikasi dan Informatika dipimpin Politisi Nasdem Johny G Plate ini, publik berharap, Menkominfo memberikan prioritas untuk merealisasikan penyusunan PP dan Permen. Yang mengatur tentang mekanisme penghapusan Informasi Elektronik dan atau Dokumen Elektronik yang sudah tidak relevan. “Menghapus berita atau dokumen yang sudah tidak mengandung kebenaran. Karena ini juga merupakan kebutuhan publik yang harus dilayani,” ujarnya.
Petrus juga menyampaikan, kebutuhan hak itu, juga sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan sebagai pemenuhan kewajiban Pemerintah untuk melindungi masyarakat korban berita hoax atau berita fitnah. “Yang sudah terbukti melalui putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap atau yang sudah diakui oleh pelaku berita hoax,” ujarnya. [Jon]