Bogor, chronosdaily.com – Walikota Bogor Bima Arya diminta tidak asal ngomong atau omong doang alias omdo. Bima Arya sebagai Walikota Bogor sesumbar menyatakan Kota Bogor sebagai Kota Ramah Terhadap Anak. Nyatanya, kekerasan terhadap anak meninggi di Bogor. Bima Arya kok malah lari dari kenyataan.
Ketua Dewan Pimpinan Daerah Partai Solidaritas Indonesia Kota Bogor (DPD PSI Kota Bogor) Sugeng Teguh Santoso menyebut, Walikota Bogor Bima Arya sering lari-lari, gagal fokus dan menghindar dari kenyataan. “Pak Walikota Bogor Bima Arya mengklaim Kota Bogor sebagai Kota Ramah Anak. Lah, dalam waktu tidak sampai satu minggu ini saja, ada satu orang anak yang tangannya putus karena tertebas senjata tajam, satu anak mengalami luka parah dan satu anak tewas. Ramah anak bagaimana Kota Bogor? Jangan omdo-lah Pak Walikota,” tutur Sugeng Teguh Santoso, Minggu (25/01/2020).

Sugeng mengatakan, Bima Arya sebagai Walikota Bogor tampaknya tak mampu dan tak bisa memimpin di Bogor. Seringkali ucapannya tidak sesuai dengan kenyataan yang ada. Bahkan, apa yang diucapkannya tidak selaras dengan yang dikerjakan.
“Saya menduga, Pak Walokota Bogor ini yang mengklaim Kotanya sebagai Kota Ramah Anak, saat mengatakannya sambil lari-lari sih. Jadi, tidak fokus. Gagal fokus apa yang diucapkan dengan yang diurus tidak nyambung,” ujar Sugeng mengkritisi.
Sekjen Dewan Pimpinan Nasional Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) ini juga mengingatkan, ada 9 visi misi dan janji kampanye yang dibuat oleh Bima Arya sewaktu maju dalam Pilkada Kota Bogor. Dan sampai saat ini, belum satu pun dari janji itu yang diwujudkan.
“Soal berlari itu bagus bro. Itu bikin sehat dan bisa jadi simbolik kerja cepat. Tapi jangan lari dari kenyataan dong. Banyak hal yang harus dilakukan dengan visi ke depan. Ingat juga tuh 9 janji kampanye untuk memajukan kasundaan. Ingat loh, praktek kekerasan oleh anak-anak di Kota Bogor sangat marak. Pelaku anak, korban juga anak. Ini harus anda urus,” ujar Sugeng meledek.
Sugeng mengatakan, maraknya perkelahian antar pelajar di Kota Bogor menimbulkan korban luka hingga tewas. Hal ini memicu keprihatinan sejumlah kalangan. Sugeng Teguh Santoso meminta aparat keamanan menindaktegas para pelajar yang melakukan aksi tawuran. Pelaku bisa dijerat dengan Undang-Undang Darurat Pasal 2 Ayat 1, yakni Undang-Undang No 12 Tahun 1951.

Advokat Senior ini mengusulkan, Polisi perlu melakukan patroli rutin pada malam hari. Melakukan pengeledahan terhadap kumpulan anak-anak muda setiap ditemui. “Bila ditemukan senjata, langsung dikenakan tindakan hukum Undang-Undang Darurat Pasal 2 Ayat 1 dari UU No 12 tahun 1951. Patroli seperti di Depok, oleh polisi yang ditayangkan di TV swasta itu loh,” ujarnya.
Sugeng menegaskan, pihaknya dari Dewan Pimpinan Daerah Partai Solidaritas Indonesia Kota Bogor (DPD PSI Kota Bogor), mempertanyakan mengapa tawuran antar pelajar masih terjadi di Kota Bogor. Padahal, lanjut Sugeng, Pemkot Bogor mengklaim sebagai Kota Ramah Anak. Dia menyebut, siswa yang tewas dan luka masih berusia 17 tahun. Yang dalam sistim Undang-Undang Peradilan Anak dan Perlindungan Anak adalah masih dalam kategori anak. “Apakah karena Pak Walikota terlalu sering berlari-lari? Sehingga urusan warga terlewatkan?” tanya Sugeng.
Pernyataan Sugeng itu dipicu oleh dua aksi tawuran yang terjadi dalam sepekan terakhir. Sebelumnya seorang pelajar mengalami putus tangan akibat sabetan benda tajam saat tawuran di Kawasan Cico, Cimahpar, Kecamatan Bogor Utara. Terbaru, tawuran kembali pecah di Jalan RE Martadinata, Ujung Jembatan Pengaduan, depan Penginapan Airy, di samping Wisma Mirah. Peristiwa itu menelan satu korban jiwa di kalangan pelajar. [Jon]