Iyyas Subiakto : Perubahan untuk Indonesia

Perubahan untuk Indonesia

Indonesia terlepas dari cengkeraman kezholiman rezim tiran pada dekade ’90an, kemudian sebentar diemban seorang teknokrat BJ. Habibie, lalu Kiayi Gus Dur, dan Megawati seorang Nasionalis, kemudian kembali lagi di gerogoti muridnya Orba, SBY memerintah satu dekade lagi dengan hasil yang persis gaya dan warna Orba, sehingga tak ada bekas apa-apa kecuali luka menganga dalam jurang ketimpangan pembangunan. Hutang hanya buat subsidi dan pensiun perutnya tambah gendut saja.

Masuknya Jokowi dan hadirnya Ahok untuk DKI Jakarta membawa nuansa baru. Tak bisa dipungkiri dua orang ini begitu berarti membuat perubahan yang signifikan, walau awalnya di sepelekan oleh kaum pemakan bangke sosial yang bermuka sok bermoral. Hantaman ketidaksukaan sudah pada tahap kalap, mereka tak peduli tindakannya merusak pondasi kebangsaan hanya karena mereka mau melumat kekuasaan demi kepunyaan dan kekayaan.

Ingat Ahok yang dikeroyok, dibuat terpojok dan harus menjalani hukuman tanpa kesalahan, karena yang diterimanya itu hanya editan rekayasa agar dia bisa di penjara, dan ada orang pandir yang disiapkan sebagai penggantinya, sekarang banjirlah hadiahnya.

Entah tanggal berapa saya lupa saat Ahok di sidang dalam kasus sialan itu, yang pasti pagi itu saya berangkat dari Surabaya menuju Belitong dengan niat menziarahi makam Almarhum Bapak Indra Tjahaja Purnama, papanya Ahok. Saya bukan kerabatnya, saya tidak kenal dirinya bahkan Ahokpun saya tak pernah jumpa. Hanya satu dibenak saya, andai Ahok bisa selamat dari hantaman politik licik Pilkada Jakarta, saya bernazar, berziarah ke makam ayahandanya yang telah mendidik anaknya menjadi aset bangsa. Iya Ahok adalah salah satu aset bangsa Indonesia, sama seperti papanya yg membangun Belitong bagian dari Indonesia, warga keturunan Cina ini tidak berpamrih memberi apa saja untuk tanah kelahirannya, tetangganya, bahkan konon sekolah Muhammadiyah pertama dia yang membangunnya ditanah kampungnya, begitulah supir taxi bercerita kepada saya sepanjang perjalanan pergi pulang dari bandara ke kampung kediaman Ahok.

See also  Saut Sirait : Menuju Partikularitas Indonesia Dalam Religiusitas

Awal tahun 2020 kita dihadiahi suasana kurang elok atas banjir yang melanda Jakarta, disana, sejak drama penjatuhan Ahok dalam pilkada, terus berlanjut drama-drama dan retorika yang makin menggila, dari drama waring, patung bambu, batu beronjong, trotoar, apbd, pendangkalan waduk, normalisasi kali, dan saat ini banjir setinggi paha orang dewasa yang berdiri di lantai 2. Kita semua tahu banjir ini merata, dan dimana-mana, tapi Jakarta banjir di piara, atau ada pembiaran yg di sengaja. Umpatan kita kepada gubernur tolol ini memang percuma saja, karena dia sedang melakukan perlawanan dan pelampiasan sakit hatinya kepada Jokowi yang pernah memecatnya. Hanya saja, naluri sebagai manusia ikut hanyut dalam dendam kesumat yang harusnya bisa dia kesampingkan demi kemanusiaan ratusan ribu orang Jakarta yang merana karena ulahnya.

Dulu waktu terpilih dia selalu bicara pribumi, waktu kampanye dia bicara agama dan Islam se-iman, tapi begitu berkuasa dia bak macan, semua di makan, dia lupa janji, lupa kerja, yang diteruskan hanya bicara dan bicara.

See also  Punya Talenta Tapi Untuk Menyakiti Hati

Kita ingat bebet bobot, sampai keturunan nabi selalu jadi barang jual beli, nyatanya keturunan tak jadi jaminan, sekarang lihat, keturunan nabi dan cina, kita dapat apa dari yang dianggap cicit nabi dengan cicitnya dinasti Ming. Dalam renungan dangkal saya sebagai seorang Islam, walau saya mungkin belum muslim, saya masih selalu mendengar kavlingan kebaikan dan hadiah surga dari Tuhan. Seolah Tuhan jadi begitu radikal menjegal orang baik untuk dihambat masuk surga, kecuali orang Islam, walau pulang dari masjid nyangking sandal tetangga, sementara yang beragama lain walau memberi makan buruh jutaan tidak dapat apa-apa, malah diancam neraka.

Katanya Tuhan adil, katanya maha pengasih, katanya penyayang, katanya urusan daun jatuh saja urusan Tuhan, berarti yang berbuat baik walau kafir kan urusan Tuhan, kok sudah buat baik atas izinNya malah tetap masuk neraka, sebaliknya yang nyangking sendal tetangga dan buang sampah seenaknya dapat ganjaran surga. Ini gimana ya Allah.

Saat ziarah di makam Ayahanda Ahok
chronosdaily

Kehadiran Jokowi dan Ahok adalah atas izin Allah. Dalam dekade ini kita melihat dua sosok manusia ini membawa perubahan, kita disuguhi hidangan, memilih mencontoh yang baik atau yang akhlaknya tercabik. Dalam kekasatan kornea mata yang begitu jelas, kita melihat hasil kerja dan kesungguhan kerja. Jakarta adalah miniatur Indonesia yang pernah di bangun dan sekarang sedang dihancurkan oleh seorang yang mengaku beriman dan seiman.

See also  Kebangkrutan Komunisme dan Ke-tidakrelevan-an Isu Kebangkitan

Dalam dekade ini pula kita begitu nyata bisa melihat siapa manusia perusak dan siapa yang membangun sebuah harapan dengan kesungguhan. Ada foto saya saat berziarah di makam ayahanda Ahok, Indra Tjahaja Purnama. Semoga amalnya menerangi kehidupan abadinya. Begitu juga utk putranya Basuki Tjahaja Purnama yg sdg mengabdi utk Indonesia.

 

Sidoarjo, 02.01.20.
Subiakto

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *