PENGENDALIAN, YA! PELARANGAN, TIDAK!
Saya geleng-geleng kepala terhadap pembahasan RUU Larangan Minuman Beralkohol di DPR-RI saat ini. Pada 2016 lalu, PGI telah menyampaikan pandangan mengenai hal ini melalui RDPU DPR-RI.
Begitu banyak desakan dari masyarakat yang meminta agar DPR memprioritaskan pembahasan RUU PMHA, RUU PKS dan RUU PPRT, malah diabaikan. Padahal RUU ini sangat mendesak karena menyangkut masalah-masalah struktural yang sulit diselesaikan tanpa kehadiran sebuah regulasi yang berwibawa.
Saya melihat pendekatan dalam RUU LMB ini sangat infantil, apa-apa dan sedikit-sedikit dilarang. Kapan kita mau dewasa dan bertanggung-jawab? Di saat negara Arab seperti UEO yang kini membebaskan minuman keras, kita malah hendak mengeluarkan regulasi yang melarang minuman beralkohol.

Menurut saya yang dibutuhkan saat ini adalah pengendalian, pengaturan dan pengawasan yang ketat, disertai penegakan hukum yang konsisten. Sesungguhnya hal ini sudah diatur dalam KUHP (pasal 300 dan 492) dan Permen Perdagangan (No 25/2019). Yang dibutuhkan adalah konsistensi dan ketegasan aparat dalam pelaksanaannya.
Tidak semua hal harus diselesaikan dengan Undang-undang, apalagi dengan beragamnya tradisi dalam masyarakat Indonesia tentang minuman beralkohol ini. Yang jauh lebih penting adalah pembinaan serius oleh seluruh komponen masyarakat agar masyarakat kita makin dewasa dan bertanggung-jawab.

chronosdaily
Pendekatan prohibitionis atau larangan buta seperti RUU ini, menurut saya tak menyelesaikan masalah penyalah-gunaan minuman beralkohol.
Janganlah sedikit-sedikit kita selalu hendak berlindung di bawah undang-undang dan otoritas negara, dan dengan itu jadi abai terhadap tugas pembinaan umat.
Pdt. Gomar Gultom, M.Th. Ketua Umum Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI)
