Bupati Poltak Sitorus Biarkan Masyarakat Adat Dianiaya Pihak PT Inti Indorayon Utama/TPL

Tobasa, chronosdaily.com – Ini adalah peristiwa kekejian yang kesekian kalinya yang dilakukan oleh pihak PT Inti Indorayon Utama (IIU) yang kini berganti nama menjadi PT Toba Pulp Lestari (TPL) kepada Masyarakat Adat di Tanah Batak. Pemukulan, penganiayaan, kriminalisasi dan pemaksaan oleh perusahaan pulp terbesar di Asia Tenggara itu kembali terjadi kepada Masyarakat Adat Huta Natumingka di Kabupaten Toba, Sumatera Utara. 

Dengan dibekingi aparat kepolisian dari Polres Toba, pihak PT Inti Indorayon Utama (IIU) yang kini berganti nama menjadi PT Toba Pulp Lestari (TPL) itu melakukan serangkaian tindak kekerasan kepada warga pemilik lahan yakni Masyarakat Adat Huta Natumingka. 

Jurubicara Aliansi Masyarakat Adat Nusantara Wilayah Tano Batak (AMAN Tanah Batak), Hengky Manalu mengungkapkan, pada Selasa 18 Mei 2021, pihak PT TPL dengan pengawalan pihak Polres Toba dan aparat TNI memaksa melakukan penanaman bibit pohon eucalyptus di Wilayah Adat Natumingka. “Masyarakat Adat Natumingka menolak aktivitas tersebut. Karyawan PT TPL yang berjumlah sekitar 400 orang dengan masing-masing memegang kayu dan batu memaksa menerobos dan menghantami blokade warga,” ungkap Hengky Manalu, dalam keterangan tertulis yang diterima redaksi, Rabu (19/05/2021). 

Selanjutnya, karyawan PT TPL melempari warga dengan kayu dan batu. Aksi kekerasan yang dilakukan oleh pihak perusahaan tersebut hanya disaksikan oleh aparat kepolisian. “Akibat aksi kekerasan yang dilakukan oleh pihak PT TPL tersebut, puluhan warga mengalami luka parah,” ujarnya. 

Hengky menuturkan, upaya kriminalisasi yang dilakukan oleh pihak PT Toba Pulp Lestari (TPL) kepada Masyarakat Adat Natumingka, Kecamatan Borbor, Kabupaten Toba terus berlanjut. “Warga Adat Natumingka tetap bertahan untuk terus menghentikan aktivitas PT TPL di wilayah adatnya. Masyarakat Adat Natumingka sudah ratusan tahun menguasai dan mengelola Wilayah Adat titipan leluhurnya,” jelasnya. 

Akan tetapi, tanpa sepengetahuan dan persetujuan Masyarakat Adat, wilayah adatnya diklaim sebagai Hutan Negara. Kemudian dilanjutkan dengan klaim sepihak bahwa sebahagian besar Wilayah Adat Natumingka diklaim sebagai konsesi PT Toba Pulp Lestari (TPL). “Masyarakat Adat Natumingka tidak terima wilayah adatnya diklaim sebagai Hutan Negara dan konsesi PT TPL,” imbuh Hengky Manalu. 

Atas peristiwa itu, Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Wilayah Tano Batak mendesak Kepolisian Resort Toba (Kapolres Toba) untuk segera mengusut tindakan kekerasan yang dilakukan oleh pihak PT TPL kepada Masyarakat Adat Natumingka. “Kami juga meminta agar selurug aktivitas PT TPL di Wilayah Adat Huta Natumingka dihentikan,” ujarnya. 

Masyarakat juga mendesak pihak Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk segera merevisi konsesi PT TPL di Wilayah Adat Natumingka. “Dan meminta Bupati Toba untuk segera menerbitkan Surat Keputusan Penetapan Masyarakat Adat dan Wilayah Adat Huta Natumingka,” tandas Hengky Manalu. 

Hengky Manalu juga menuturkan kronologis tindak kekerasan yang dilakukan oleh pihak PT TPL yang dibekingi aparat Kepolisian dan TNI terhadap Warga Huta Natumingka di Kabupaten Toba, Sumatera Utara itu. 

Pada Senin 17 Mei 2021, sekitar pukul 20.00 WIB, tiga orang anggota Polisi Resort (Polres) Toba datang menemui Ketua Komunitas Huta Natumingka di rumahnya. Anggota Polres Toba itu datang malam hari. Mereka memberitahukan bahwa Selasa 18 Mei 2021 pihak PT Toba Pulp Lestari (TPL) akan melakukan penanaman bibit pohon eucalyptus di Wilayah Adat Natumingka. 

Atas kedatangan anggota Polres Toba  pada pukul 22.00 WIB itu, secara spontan para warga bergerak menuju Simpang Titi Alam. Kemudian membuat portal untuk menghalangi jalan masuk agar pihak PT TPL tidak masuk ke areal Wilayah Adat. 

Kemudian, pada Selasa 18 Mei 2021, sekitar pukul 06.30 WIB, pihak PT TPL datang dengan membawa tenaga sekuriti dan karyawan perusahaan berjumlah 500 orang. Mereka juga mengendarai puluhan truk berisi bibit pohon eucalyptus siap tanam. “Oleh warga yang berjaga di Wilayah Adat, berupaya menghalangi pihak TPL yang ngotot menanami bibit pohon eucalyptus di tanah warga,” ujar Hengky Manalu. 

Masih pada hari yang sama, sekitar pukul 09.00 WIB, lanjutnya, aparat Polisi dan pihak Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Balige membujuk warga agar pihak PT TPL dapat melakukan penanaman bibit eucalyptus. “Oleh warga tetap tidak memperbolehkan PT TPL untuk melakukan penanaman di Tanah Adat Rakyat itu,” lanjut Hengky. 

Sekitar pukul 10.30 WIB, pihak sekuriti PT TPL memberi aba-aba kepada seluruh karyawan yang masing-masing sudah memegang kayu dan batu untuk menerobos blokade barisan warga. “Kemudian oleh karyawan PT TPL melempari warga dengan batu dan kayu. Warga pun berlarian menghindari lemparan batu dan kayu,” lanjutnya. 

Pukul 11.25 WIB, puluhan warga mengalami luka akibat tindakan kekerasan oleh pihak PT TPL. Sebanyak 5 warga Natumingka dibawa ke Puskesmas Borbor untuk mendapatkan perawatan akibat luka serius yang dialami. “Kami menolak tindak kekerasan yang dilakukan pihak PT TPL yang dibekingi oknum-oknum aparat Kepolisian dan TNI. Ini tanah rakyat, tanah Adat, jangan dirampas seenak hati oleh PT TPL dan antek-anteknya. Usut tuntas peristiwa kekerasan dan perampasan ini,” tandas Hengky Manalu. [Jon]

See also  Presiden Joko Widodo Tiba di Pegunungan Arfak

Related posts:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *